BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan) sekaligus pada suatu saat (berlawanan dengan monogami, di mana seseorang memiliki hanya satu suami atau istri pada suatu saat).
Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligini (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan kelompok (bahasa Inggris: group marriage, yaitu kombinasi poligini dan poliandri). Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namum poligini merupakan bentuk yang paling umum terjadi.
Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum feminis menentang poligini, karena mereka menganggap poligini sebagai bentuk penindasan kepada kaum wanita.
B. Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum Ialam Lanjutan serta agar ingin lebih megkaji dan memahami tentang masalah dan kasus poligami yang terjadi di masyrakat
BAB II
PERMASALAHAN
Hal yang ingin diangkat penulis menjadi masalah dalam makalah ini adalah mengenai kasus – kasus pelanggaran poligami di dalam masyrakat .
Masalah pokok diatas kemudian dikembangkan oleh penulis dengan menggabungkan masalah diatas dengan Hukum Islam Lanjutan dan melihat kejadian tersebut dari perturan perundang – undangan yang berlaku yakni :
1. Undang – undang nomor 1 tahun 1974
2. Kompilasi Hukam Islam
3. Serta peraturan lain yang mungkin berkaitan erat
Dengan dibantu oleh kasus mengenai poligami dan perturan perundang – undangan yang berlaku masalah yang akan dikemukan oleh penulis ialah :
1. Pengertian poligami ?
2. Syarat dari poligami ?
3. Apa peraturan yang telah dilanggar oleh kasus poligami yang pada kali ini berkaitan dengan kasus poligami Kapolres Balangan AKBP RR ?
BAB III
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN POLIGAMI
Poligami ialah mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang sama. Berpoligami atau menjalankan (melakukan) poligami sama dengan poligini yaitu mengawini beberapa wanita dalam waktu yang sama.
Drs. Sidi Ghazalba mengatakan bahwa Poligami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari satu orang perempuan. Lawannya adalah poliandri, yaitu perkawinan antara seorang perempuan dengan beberapa orang laki-laki.
Sebenarnya istilah poligami itu mengandung pengertian poligini dan poliandri. Tetapi karena poligami lebih banyak dikenal terutama di Indonesia dan negara-negara yang memakai hukum Islam, maka tanggapan tentang poligini ialah poligami.
Poligami ialah mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang sama. Berpoligami atau menjalankan (melakukan) poligami sama dengan poligini yaitu mengawini beberapa wanita dalam waktu yang sama.
Drs. Sidi Ghazalba mengatakan bahwa Poligami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan lebih dari satu orang perempuan. Lawannya adalah poliandri, yaitu perkawinan antara seorang perempuan dengan beberapa orang laki-laki.
Sebenarnya istilah poligami itu mengandung pengertian poligini dan poliandri. Tetapi karena poligami lebih banyak dikenal terutama di Indonesia dan negara-negara yang memakai hukum Islam, maka tanggapan tentang poligini ialah poligami.
B . SYARAT POLIGAMI
Syarat dari poligami ialah :
1. Membatasi jumlah isteri yang akan dikahwininya. Syarat ini telah disebutkan oleh Allah (SWT) dengan firman-Nya;
"Maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu ber-kenan dari perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat." (Al-Qur'an, Surah an-Nisak ayat 3)
Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahawa Allah telah menetapkan seseorang itu berkahwin tidak boleh lebih dari empat orang isteri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristeri satu, boleh dua, tiga atau empat sahaja.
Pembatasan ini juga bertujuan membatasi kaum lelaki yang suka dengan perempuan agar tidak berbuat sesuka hatinya. Di samping itu, dengan pembatasan empat orang isteri, diharapkan jangan sampai ada lelaki yang tidak menemukan isteri atau ada pula wanita yang tidak menemukan suami. Mungkin, kalau Islam membolehkan dua orang isteri saja, maka akan banyak wanita yang tidak menikah. Kalau pula dibolehkan lebih dari empat, mungkin terjadi banyak lelaki tidak memperolehi isteri.
2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi isterinya. Misalnya, berkahwin dengan kakak dan adik, ibu dan anaknya, anak saudara dengan emak saudara baik sebelah ayah mahupun ibu.
Tujuan pengharaman ini ialah untuk menjaga silaturrahim antara anggota-anggota keluarga. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
"Sesungguhnya kalau kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturrahim di antara sesama kamu." (Hadis riwayat Bukhari & Muslim)
3. Disyaratkan pula berlaku adil, sebagaimana yang difirmankan Allah (SWT);
"Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu), maka (kahwinlah dengan) seorang sahaja, atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kaumiliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman." (Al-Qur'an, Surah an-Nisak ayat 3)
Para mufassirin berpendapat bahawa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah bererti hanya adil terhadap para isteri sahaja, tetapi mengandungi erti berlaku adil secara mutlak. Oleh kerana itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
a) Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.
b) Adil di antara para isteri.
Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang diwajibkan Allah kepada setiap suami.
Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang diwajibkan Allah kepada setiap suami.
Adil di antara isteri-isteri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman Allah dalam Surah an-Nisak ayat 3 dan juga sunnah Rasul. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
"Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, lalu dia cenderung kepada salah seorang di antaranya dan tidak berlaku adil antara mereka berdua, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah." (Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal)
i) Adil memberikan nafkah.
Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang isterinya dengan alasan bahawa si isteri itu kaya atau ada sumber kewangannya, kecuali kalau si isteri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya untuk membantu dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih kepada seorang isteri dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Misalnya, si isteri tersebut sakit dan memerlukan biaya rawatan sebagai tambahan.
ii) Adil dalam menyediakan tempat tinggal.
Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahawa suami bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan isteri-isteri, jangan sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.
Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang isterinya dengan alasan bahawa si isteri itu kaya atau ada sumber kewangannya, kecuali kalau si isteri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya untuk membantu dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih kepada seorang isteri dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Misalnya, si isteri tersebut sakit dan memerlukan biaya rawatan sebagai tambahan.
ii) Adil dalam menyediakan tempat tinggal.
Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahawa suami bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan isteri-isteri, jangan sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.
iii) Adil dalam giliran.
Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya menginap di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri yang lain. Sekurang-kurangnya si suami mesti menginap di rumah seorang isteri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga pada isteri-isteri yang lain. Walaupun ada di antara mereka yang dalam keadaan haidh, nifas atau sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan perkahwinan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk mengadakan 'hubungan seks' dengan isteri pada malam giliran itu, tetapi bermaksud untuk menyempumakan kemesraan, kasih sayang dan kerukunan antara suami isteri itu sendiri. Hal ini diterangkan Allah dengan firman-Nya;
Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya menginap di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri yang lain. Sekurang-kurangnya si suami mesti menginap di rumah seorang isteri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga pada isteri-isteri yang lain. Walaupun ada di antara mereka yang dalam keadaan haidh, nifas atau sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan perkahwinan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk mengadakan 'hubungan seks' dengan isteri pada malam giliran itu, tetapi bermaksud untuk menyempumakan kemesraan, kasih sayang dan kerukunan antara suami isteri itu sendiri. Hal ini diterangkan Allah dengan firman-Nya;
" Andaikan suami tidak bersikap adil kepada isteri-isterinya, dia berdosa dan akan menerima seksaan dari Allah (SWT) pada hari kiamat dengan tanda-tanda berjalan dalam keadaan pinggangnya miring. Hal ini akan disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi Adam sampai ke anak cucunya.
Firman Allah (SWT) dalam Surah az-Zalzalah ayat 7 hingga 8;
"Maka sesiapa berbuat kebajikan seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)! Dan sesiapa berbuat kejahatan seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)."
c) Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.
Oleh itu, disyaratkan agar setiap suami yang berpoligami tidak membeza-bezakan antara anak si anu dengan anak si anu. Berlaku adil dalam soal nafkah anak-anak mestilah diperhatikan bahawa nafkah anak yang masih kecil berbeza dengan anak yang sudah besar. Anak-anak perempuan berbeza pula dengan anak-anak lelaki. Tidak kira dari ibu yang mana, kesemuanya mereka berhak memiliki kasih sayang serta perhatian yang seksama dari bapa mereka. Jangan sampai mereka diterlantarkan kerana kecenderungan si bapa pada salah seorang isteri serta anak-anaknya sahaja.
Oleh itu, disyaratkan agar setiap suami yang berpoligami tidak membeza-bezakan antara anak si anu dengan anak si anu. Berlaku adil dalam soal nafkah anak-anak mestilah diperhatikan bahawa nafkah anak yang masih kecil berbeza dengan anak yang sudah besar. Anak-anak perempuan berbeza pula dengan anak-anak lelaki. Tidak kira dari ibu yang mana, kesemuanya mereka berhak memiliki kasih sayang serta perhatian yang seksama dari bapa mereka. Jangan sampai mereka diterlantarkan kerana kecenderungan si bapa pada salah seorang isteri serta anak-anaknya sahaja.
Keadilan juga sangat dituntut oleh Islam agar dengan demikian si suami terpelihara dari sikap curang yang dapat merosakkan rumahtangganya. Seterusnya, diharapkan pula dapat memelihara dari terjadinya cerai-berai di antara anak-anak serta menghindarkan rasa dendam di antara sesama isteri.
Sesungguhnya kalau diperhatikan tuntutan syarak dalam hal menegakkan keadilan antara para isteri, nyatalah bahawa sukar sekali didapati orang yang sanggup menegakkan keadilan itu dengan sewajarnya.
Bersikap adil dalam hal-hal menzahirkan cinta dan kasih sayang terhadapisteri-isteri, adalah satu tanggungjawab yang sangat berat. Walau bagaimanapun, ia termasuk perkara yang berada dalam kemampuan manusia. Lain halnya dengan berlaku adil dalam soal kasih sayang, kecenderungan hati dan perkara-perkara yang manusia tidak berkesanggupan melakukannya, mengikut tabiat semulajadi manusia.
Hal ini sesuai dengan apa yang telah difirmankan Allah dalam Surah an-Nisa ayat 129 yang berbunyi;
"Dan kamu tidak sekali-kali akan sanggup berlaku adil di antara isteri-isteri kamu sekalipun kamu bersungguh-sungguh (hendak melakukannya); oleh itu janganlah kamu cenderung dengan melampau-lampau (berat sebelah kepada isteri yang kamu sayangi) sehingga kamu biarkan isteri yang lain seperti benda yang tergantung (di awang-awang)."
4. Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan isteri mahupun anak-anak. Jadi, suami mesti yakin bahawa perkahwinannya yang baru ini tidak akan menjejaskan serta merosakkan kehidupan isteri serta anak-anaknya. Kerana, diperbolehkan poligami dalam Islam adalah untuk menjaga kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat dijaga dengan baik, maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.
5. Berkuasa menanggung nafkah. Yang dimaksudkan dengan nafkah di sini ialah nafkah zahir, sebagaimana Rasulullah (s.a.w.) bersabda yang bermaksud;
Kesimpulan dari maksud kemampuan secara zahir ialah;
i) Mampu memberi nafkah asas seperti pakaian dan makan minum.
ii) Mampu menyediakan tempat tinggal yang wajar.
iii) Mampu menyediakan kemudahan asas yang wajar seperti pendidikan dan sebagainya.
iv) Sihat tubuh badannya dan tidak berpenyakit yang boleh menyebabkan ia gagal memenuhi tuntutan nafkah zahir yang lain.
v) Mempunyai kemampuan dan keinginan seksual.
C. PERATURAN YANG DI LANGGAR DARI KASUS KAPOLRES BALANGAN AKBP RR
Duduk perkara :
Kapolres balangan RR di duga melakukan perkawinan lagi dengan seorang wanita bernama Ema yang berdomisili di Bandung padahal kapolres tersebut masi terikat perkawinan dengan istri pertama nya .
Kasus ini masih di periksa oleh unit propam polda kalsel dan propam polda kalsel maíz mencari bukti dan saksi yang mengetahui perkawinan tersebut .
Perkawinan Kapolres Balangan ini terkuak karena si istri kedua tidak mengetahui status dari si calon suazi yang masih terikat suatu perkawinan lain dan si istri kedua meminta agar anaknya diakui oleh Kapolres balangan RR
Lampiran berita :
BANJARMASIN – Kasus hangat tentang poligaminya Kapolres Balangan AKBP RR semakin hari semaking terkuak, pasalnya Ema yang mengaku isteri sah AKBP RR mulai mengungkapkan bukti-bukti kuat.
Saat dikonfirmasi melalui telepon, Ema mengatakan, kalau kakak kandung AKBP RR juga mengetahui hubungan mereka. ”Waktu saya keluar dari rumah sakit sakit Hermina Bogor,setelah melahirkan Aulia (5), saya dijemput AKBP RR dan kakaknya yang bernama ibu Dini. Yang menyetir mobil waktu itu AKBP RR dan ibu Dini yang menggendong Aulia,” ujar Ema.
Selain itu, ditambahkan Ema, dia akan segera menyerahkan foto-foto dirinya bersama AKBP RR dan juga akan menunjukkan surat nikah.
”Saya nanti akan tunjukkan ke penyidik Provam, foto-foto saya berdua dengan RR, dan juga surat nikah saya,” ungkap Ema.
Harapan Ema, agar kasus ini benar-benar ditindak lanjuti olah Provam Polda Kalsel, agar AKBP RR mendapatkan sanksi. ”Saya kesal dengan RR, karena tidak mengakui kalau Aulia anaknya,” katanya.
Selain itu, AKBP RR yang dicoba dihubungi melalui telepon beberapa hari lalu, enggan berkomentar tentang kasus poligaminya tersebut. ”Saya no comment,” ujar AKBP RR saat dikonfirmasi melalui telepon, kemarin.
Dikatakan RR, kasus tersebut sudah ditangani Bid Provam Polda Kalsel, sehingga dia tidak mau banyak berkomentar mengenai kasus yang sedang hangat diberitakan media massa itu.
”Kalau saya jawab, nanti malah disebut membela diri. Jadi, saya no comment saja lah. Semuanya diserahkan ke Propam untuk menanganinya,” ungkap AKBP RR.
Bahkan, dia mengarahkan wartawan kalau ingin konfirmasi langsung saja ke penyidik Bid Propam Polda Kalsel atau Humas Polda Kalsel. ”Langsung tanya penyidik Bid Propam atau Humas,” cetusnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Tim Propam Polda Kalsel dalam beberapa hari ini telah berangkat ke Bogor untuk mengusut kasus tersebut. Menurut sumber terpercaya, Bid Propam Polda Kalsel pergi ke Bogor dan Bandung mendatangi sejumlah saksi yang masih sahabat Ema.
Tim berupaya mengorek keterangan saksi tentang sejauh mana sebenarnya hubungan antara AKBP RR dengan Ema. Hal itu dilakukan untuk mencari kebenaran apakah memang benar Aulia anak AKBP RR dengan Ema ataukah bukan.
Bahkan, kabarnya, bekas sopir RR juga bakal diminta keterangan oleh tim ini. Tim terpaksa melakukan penelusuran dan penyelidikan, setelah RR dikabarkan masih kokoh pada pendiriannya bahwa gadis cilik itu bukan anaknya.
Saat dikonfirmasi melalui telepon, Ema mengatakan, kalau kakak kandung AKBP RR juga mengetahui hubungan mereka. ”Waktu saya keluar dari rumah sakit sakit Hermina Bogor,setelah melahirkan Aulia (5), saya dijemput AKBP RR dan kakaknya yang bernama ibu Dini. Yang menyetir mobil waktu itu AKBP RR dan ibu Dini yang menggendong Aulia,” ujar Ema.
Selain itu, ditambahkan Ema, dia akan segera menyerahkan foto-foto dirinya bersama AKBP RR dan juga akan menunjukkan surat nikah.
”Saya nanti akan tunjukkan ke penyidik Provam, foto-foto saya berdua dengan RR, dan juga surat nikah saya,” ungkap Ema.
Harapan Ema, agar kasus ini benar-benar ditindak lanjuti olah Provam Polda Kalsel, agar AKBP RR mendapatkan sanksi. ”Saya kesal dengan RR, karena tidak mengakui kalau Aulia anaknya,” katanya.
Selain itu, AKBP RR yang dicoba dihubungi melalui telepon beberapa hari lalu, enggan berkomentar tentang kasus poligaminya tersebut. ”Saya no comment,” ujar AKBP RR saat dikonfirmasi melalui telepon, kemarin.
Dikatakan RR, kasus tersebut sudah ditangani Bid Provam Polda Kalsel, sehingga dia tidak mau banyak berkomentar mengenai kasus yang sedang hangat diberitakan media massa itu.
”Kalau saya jawab, nanti malah disebut membela diri. Jadi, saya no comment saja lah. Semuanya diserahkan ke Propam untuk menanganinya,” ungkap AKBP RR.
Bahkan, dia mengarahkan wartawan kalau ingin konfirmasi langsung saja ke penyidik Bid Propam Polda Kalsel atau Humas Polda Kalsel. ”Langsung tanya penyidik Bid Propam atau Humas,” cetusnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Tim Propam Polda Kalsel dalam beberapa hari ini telah berangkat ke Bogor untuk mengusut kasus tersebut. Menurut sumber terpercaya, Bid Propam Polda Kalsel pergi ke Bogor dan Bandung mendatangi sejumlah saksi yang masih sahabat Ema.
Tim berupaya mengorek keterangan saksi tentang sejauh mana sebenarnya hubungan antara AKBP RR dengan Ema. Hal itu dilakukan untuk mencari kebenaran apakah memang benar Aulia anak AKBP RR dengan Ema ataukah bukan.
Bahkan, kabarnya, bekas sopir RR juga bakal diminta keterangan oleh tim ini. Tim terpaksa melakukan penelusuran dan penyelidikan, setelah RR dikabarkan masih kokoh pada pendiriannya bahwa gadis cilik itu bukan anaknya.
Jika terbukti melakukan perkawian kedua setelah adanya pemeriksaan yang mendalam dari pihak propam polda kalsel maka kapolres balangan RR akan melanggar ketentuan peraturan perundang – undangan yaitu :
o Melanggar pasal 3 dan pasal 4 undang – undang no 1 tahun 1974
o Melanggar pasal 56 dan pasal 58 kompilasi hukum Islam
o Melanggar pasal 279 KUHP tentang kejahatn terhadap asal usul perkawinan
o Melanggar pasal 378 KUHP tentang penipuan
SUMBER
pada 23 oktober 2011 ,21:34
pada 23 oktober 2011 ,2139
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2011/01/pengertian-poligami.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar